Trending

6/recent/ticker-posts

Perihal Ikhlas dan Absen Hadir Kajian Filsafat GF

 

 

 

Nasehat Ikhlas

Tadi ba’da isya’, saya mengantarkan surat pembimbing Tugas Akhir (TA) kepada beberapa mursyid/dosen yang telah dipilih. Diantara dosen itu adalah Ust. Husen Fahasbu. Saat baru mengantarkan surat itu, ia menegurku agar -masalah surat menyurat administratif- nama beliau, menggunakan nama aslinya, yakni Ahmad Husen Al Absi, S.H. M.Ag.

Baiklah. Tadi itu, aku dan Alpian dipersilahkan untuk masuk di ruang tamu kontrakan beliau. Sebuah rumah kontrakan di daerah Perum D’tar Paiton. Kami sempat berbincang beberapa topik ringan, diantaranya pentingnya memiliki niat yang ikhlas dalam mengabdi.

Katanya, ikhlas adalah urusan personal/seseorang dengan tuhannya, yang lain tidak perlu tahu. Mengabdi harus rugi, jangan mengharap mendapat uang. Ikhlas berasalh dari kata kholash, yang artinya selesai atau kosong. Artinya, ia sudah selesai dengan dirinya sendiri. Mau dikasih uang atau tidak, tidak masalah.

Jangan jadikan mengabdi adalah ladang kesempatan diantara kesempitan. Digunakan untuk kesempatan mengajar putri, mendapatkan uang dan lain sebagainya. Eman, agar pengabdian yang telah dilakukan tidak percuma sia-sia.

Ikhlas mengabdi dan berkhidmah pada kiai. Takdzim dan menghormati kiai, baik ada  di hadapan ataupun di belakang beliau. Yang penting meneladani Kiai Zuhri-lah, kita tidak kekurangan teladan.

Mendengar nasehat itu, aku jadi tertegun. Dalam hati seringkali terlintas perihal bisyaroh, kretek buruk tentang guru dan seringkali menggerutu saat kondisi di pesantren tidak sesuai dengan yang kita inginkan, seperti banyak santri yang telat, tidak menggubris peringatan pengurus dan lain sebagainya.

Allah. Allah. Maafkanlah hamba ini, Ya Kiai Zaini, nyuun saporanah~

Entah mengapa, aku diperdengarkan nasehat ini. Barangkali Allah masih eman kepadaku, agar pengabdian yang sedang kujalani dapat dituntaskan dengan selamat. Semoga saja.

 

Tidak Hadir Kajian Filsafat Bareng GF

Sebenarnya, sebelum perjalanan ke luar itu, aku dan Alpian sudah lebih dulu mengantarkan surat ke Gus Imdad Rabbani atau Ra Amak. Beliau juga salah satu pembimbing TA tahun ini. Tapi berhubung tidak ketemu beliau, aku titipkan surat ini pada hadaman beliau yang kamarnya berada di utara warung Behe’ itu.

Nah, di perjalanan pulang ini, ketika berada di tikungan jalan ‘warung paoan’, aku bertemu Khofi.

Nah, ini yang aku wanti-wanti memang. Aku sengaja tidak hadir diskusi itu dan ternyata bertemu dengan salah satu anggota diskusi, apalagi anggota yang paling aktif. Siapalagi kalau bukan Khofi.

Sepertinya, Khofi ini adalah tipikal ekstrovert tapi menyenangi dunia berpikir dan menulis. Biasanya, orang yang suka dua dunia di atas adalah ciri orang introvert, seperti Mas Hakim, Gus Fayyadl. Tapi ternyata ada orang yang sebaliknya.

Sebenarnya, alasanku tidak ikut diskusi adalah rasa sungkan yang terlalu besar kepada GF ketika aku sedang ingin kencing, sedangkan saat itu beliau sedang asyik memberikan tanggapan pada pembacaan kami.

Sebenarnya aku sudah kebagian tema untuk presentasi pada Selasa tadi ini. Tapi ini adalah presentasi ringan, yang menjelaskan secara sekilas, padat dan singkat. Tapi bukan hanya aku kok yang ditunjuk presentasi. Diantaranya adalah Ust. Mustain, Khofi dan juga Mas Hakim.

Ketika ketemu Khofi ba’da maghrib itu, aku tidak enak. Tidak enak karena komitmen kami sejak awal adalah kajian filsafat yang dimentori langsung oleh beliau dan aku tidak hadir. Meskipun bila kita pandang dari cara pandang untung-rugi, aku lah yang rugi. Mereka hadir: dapat menyerap ilmu. Apalagi GF, ia tak kekurangan orang untuk diajari ilmu.

Selain itu, sebab rasa tidak enakan ku adalah, pikiranku yang terbayang satu minggu ke depan: aku mau ikut kajian atau tidak ya ?

Hah. Seharusnya, kalau ikut hasil nonton video cara melawan malas beberapa yang lalu itu, aku ikut saja kegiatan diskusi filsafat ini. Bagaimanapun berat rasanya, tidak apa-apa. Aku memang masih muda, belum ada tanggungan menafkahi istri, anak juga orang tua. Seharusnya belajar mati-matian dong. Bukankah begitu ?

Tapi, sekali lagi bagaimana bila aku ‘sering’ kebelet buang air kencing ini di saat yang tidak tepat. Ah, sekali lagi, ini soal dugaan justifikasi-justifikasi dari pihak lain, termasuk anggota kajian juga GF sendiri. Oh malunya diriku.

 

 

Posting Komentar

0 Komentar