Barusan, saya melihat konten-koten dari pemilik akun instagram yang bernama alfinrizalisme. Konten-kontennya sangat inspiratif. Ia membuat desain yang kebanyakan diambil dari kehidupan nyata. Entah, berapa tahun ia menghabiskan waktunya hingga ia dapat membuat karya sedemikian bagusnya.
Barusan aku juga melihat konten instagram dari akun mutawatir22. Sepertinya itu akun milik sebuah angkatan di Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. Salah satu konten tersebut adalah video reels yang memberikan pesan bahwa, jangan mudah meneyrah bila ingin masa depan cerah.
Sebenarnya, tidak ada manusia bodoh, yang ada hanya manusia mau berusaha atau tidak. Bila temanmu belajar 1 jam, kamu harus belajar 2 jam. Bila temanmu belajar 2 jam, maka harus belajar sebanyak 3 jam. Begitu seterusnya. Ini semua tentang waktu. Kamu akan sukses dan gemilang pada masanya. Tenang dan bersabarlah.
Hah. Banyak hal yang membuat malas untuk dikerjakan. Kita inginnya ini, tapi perbuatan dan kebiasaan sehari-hari tidak mencerminkan perbuatn mendekatkan kita pada tujuan tersebut. Saya inginnya jadi sukses, tapi habits hidup malah tidak disiplin, malas dan sering kalah dengan perasaan.
Sebenarnya tidak mau seperti ini. Saya pun pernah bahkan sering di masa-masa kondisi seperti ini, terjangkit malas tingkat akut. Sudah tahu bahwa yang benar seperti itu, malah mengerjakan yang seperti ini. Masyaallah. La haula wa la quwwata illa billah.
Kembali pada dua konten di atas, setidaknya dari konten Mas Alfin Rizalisme itu, aku jadi paham bahwa seseorang perlu waktu untuk menjadi ahli. Sabar dan setia dengan pekerjaan dan profesi yang ia tekuni. Ia harus berjibaku dengan perasaan sehingga dapat konsisten dalam belajar dan berlatih. Berkarya dan terus berkarya.
Dalam hidup ini, kita sebenarnya kan sudah dibagi dan ditentukan jalan mana dan bagaimana yang akan kita lalui. Semuanya telah diatur-Nya. Sayangnya, jalan itu masih misteri. Aku pun tidak tahu, bagaimana seharusnya menjalani hari demi hari takdir/ketentuan ilahi ini.
Di salah satu kutipan konten IG Mas Alfin Rizal itu, bahwa hidup bagaikan keseimbangan. Kita perlu terus bergerak agar terus seimbang.
Baiklah. Mari kita mulai lagi. Setelah remuk redam dihajar perasaan dan malas yang tidak ketulungan, mari bergerak sedikit demi sedikit. Berkarya meski jauh dari kata sempurna. Tetap belajar meski tidak menjadi sorotan orang-orang.
Tetap menulis lagi di blog, media sosial, juga mengayomi media center dan lain sebagainya, sebagai proses bergerak, menjalani semua takdir tuhan semampun dan sebisanya. Kecuali untuk agenda besok sore, yakni diskusi filsafat di dhalem Gus Fayyadl.
Aku tidak mau hadir, karena minggu lalu aku trauma, bahwa aku yang sedang kebelet kencing, tidak mampu izin ke beliau karena sungkan. Aku khawatir sering kebelet lagi tapi takut mendapat justifikasi-justifikasi aneh dari sekitar, terutama GF.
Bagaimanapun aku belum selesai sepenuhnya dengan diriku, setidaknya aku harus mengaktifkan mode robot. Tak peduli dengan perasaan dan kondisi hatiku. Meski jujur saja, itu sulit dan sangat sulit sekali.
Sekarang saja sudah tanggal 25 Safar. aku ngaji masih juz 15. Jadi ada 10 juz aku ketinggalan dari target ngaji 1 hari 1 juz ku. Aku masih harus belajar fathul muin, mempelajari biografi Kiai Zaini untuk nulis tentang beliau, juga belajar investasi di aplikasi bibit hingga belajar bahasa inggris yang tak kunjung terealisasi.
Tidak apa-apa. Semangat yang naik-turun, Semoga tak lekas padam.Stu, dua, lima hingga sepuluh tahun dari sekarang, tak ada yang tahu nanti aku kan seperti apa, jadi dan bekerja jadi apa. Entahlah, takdir adalah misteri. Yang pasti adalah mati.
Senin, 11 Sept 2023
0 Komentar