Jum’at pagi (19/05), setelah
belajar kitab Ianatut Thalibin juz 1, berdiskusi soal kritik pelaksanaan
Orientasi Mahasantri Baru (Omaba) lalu aku melanjutkan aktivitas tadi malam
saat begadang kebagian jaga malam, yakni nonton serial drama korea (drakor)
Vicenzo. Sebuah kisah drama tentang hukum beserta mafia dan kartel-kartelnya.
Pagi tadi sebelum nonton drakor,
aku copy paste file koran dan tulisan adik-adik siswi Madrasah Aliyah
Peminatan Keagamaan (MA-PK) ke laptop. Rencananya, aku pelajari dulu hasil karya
mereka, koreksi lalu nanti jadi bahan untuk pelatihan jurnalistik part 2. Nanti,
sekitar jam dua siang di aula mahrom al-Hasyimiyah.
Ya Allah.
Di sela-sela nonton itu, aku
diajak Faiq untuk sarapan. Aku mengiyakan karena kebetulan aku belum makan. Setelah
makan, aku lanjut nonton. Sesekali tertidur karena efek kenyang, juga aku
nonton sambil tiduran. Jadilah aku tidur beneran.
Dalam hati serasa ada perasaan ‘mengentengkan’
mempelajari bahan untuk pelatihan jurnalistik itu. Ketika bangun, dengan
kehendak ingin segera ke kamar mandi karena kebelet buang air kecil, akhirnya
aku langsung ke kamar. Ambil peralatan mandi dan langsung mandi sekalian. Persiapan
untuk sholat jum’at.
Setelah selesai urusan itu, aku
kembali ke kantor wilayah. Mengedit tulisan / artikel di grup tim penulis ma’had
aly. Sejak tadi malam aku ditagih oleh Pak Qusyairi terkait hasil koreksi
adik-adik ini.
Dari empat tulisan, alhamdulillah
ada satu yang selesai. Meski pada malam harinya, yakni sesaat sebelum aku
menulis artikel ini, baru ketahuan bahwa artikel itu masih banyak kekurangan
dan sepertinya kurang layak untuk dimuat di website milik lembaga.
Waktu itu, setelah menyempatkan
mengoreksi satu tulisan, aku juga berbincang dengan Roni soal ChatGPT OpenAI
yang trend itu. Aku coba bertanya pada makhluk itu terkait bagaimana agar siswi
madrasah aliyah yang sedang menjalani pelatihan bersamaku agar bisa menulis
berita dengan baik. Selain itu, aku juga minta saran padanya agar penyajian
siang nanti dapat maksimal.
Setelah itu, Roni ternyata
tertarik. Ia bertanya bagaimana agar move on atau melupakan orang hingga
ngegombalin sebuah sistem komputer AI itu. Setelah menghabiskan beberapa menit
tentang AI, kami segera menuju ke masjid. Sholat jum’at di masjid jamik Nurul
Jadid.
Sepulang dari masjid, kami lewat
jalan barat yang nantinya melewati asrama MA-PK putra. Di depan asrama itu aku
dipanggil untuk mampir. Aku sempatkan mampri. Di sana aku ketemu para musyrif. Diantaranya
adalah Lutfi, Jisung, Mas Ink dan lain-lain.
Aku coba bertanya pada Lutfi, soal
faktor mengapa siswi MA-PK kok kurang terampil dalam menulis berita. Aku
coba bertanya-tanya, agar pematerian yang aku sampaikan dapat mengarah pada
jantung permasalahan dan sesuai harapan musyrifah serta para siswi MAK.
Lutfi menyebutkan beberapa
faktor. Diantaranya adalah tentang kaderisasi yang lemah antara kakak kelas dan
adik kelas, kurang minat belajar menulis serta kurang adanya pendampingan bagi
mereka.
Bagi Lutfi, sebenarnya permasalahan
itu bisa selesai kalau dari para siswi ini memiliki tekad yang kuat untuk
belajar menulis, bukan sekedar menuntaskan kewajiban agar koran BIP terbit.
Aku bertanya begini karena tadi
malam, setelah pematerian, salah satu musyrifah bilang, “bagaimana ya fin, agar
anak-anak ini bisa menulis berita ?”. Dalam hati aku sedikit kaget, karena
adik-adik ini belum bisa menulis berita. Tapi aku coba bersikap biasa saja.
Kalau diingat-ingat, aku dulu
ketika masa belajar ya tidak langsung bisa. Semua memang butuh proses. Tapi
bukan sekedar proses tentunya, bukan sekedar menulis sebuah tulisan, jadi dan
sudah. Tapi dalam proses itu ada penghayatan, mengoreksi dan merevisi serta
melakukannya berulang-ulang. Semua tidak akan tercapai bila para siswi ini
tidak memiliki semangat atau mental pembelajar.
Ketika dianggap cukup, akhirnya
aku dan Roni kembali melanjutkan perjalanan. Perjalanan pulang menuju
asrama/wilayah. Aku merasa agak capek. Aku coba merebahkan badan. Biasanya,
ketika aku tidur begitu dan memang ada
mau mengerjakan sesuatu, aku cepat bangun. Tidur seolah diatur hanya beberapa
menit saja.
Tapi kali ini beda. Aku tidur dan
bangun sekitar jam 14.45 WIB. Wah, padahal kalau di surat undangannya itu jam
13.00 WIB, sedangkan bila menurut salah satu musyrifah tadi malam, datang jam
14.00 WIB. tidak apa-apa.
Ketika bangun, aku langsung
kaget. Bertanya jam. Bergegas menuju kamarnya Roni dan membuka HP (HP-ku memang
ditaruh di lemarinya Roni). Ku coba menghubungi nomer musyrifah, ternyata sudah
ada pesan dan beberapa panggilan. Aku coba menghubungi mereka dan tidak bisa.
Aku langsung ke kamar mandi. Cuci
muka dan persiapan berangkat ke sana. Setelah siap, aku coba buka hp lagi. Pesan
ku sudah dibalas. Aku chattingan sebentar dan intinya adalah pelatihan
jurnalistik sore tadi ditunda, karena sore itu ada agenda rapat.
Hah. Aku mohon maaf kepada mereka
meski tidak ku sebutkan alasan mengapa aku tidak hadir sore tadi. Mereka bilang
bahwa pelatihan ini diundur dan menyesuaikan kesanggupanku. Aku merasa bersalah
sekali.
Peristiwa ini, membuatku teringat
pada Leni. Dulu, aku pernah berkabar bahwa akan melakukan sambang santri ke
Leni. Kalau mau mengadakan sambang santri itu harus daftar dulu sehari sebelum
sambang, baru esok harinya bisa melakukan sambang.
Nah ketika sudah daftar dan Leni
datang ke tempat, ternyata aku tidak datang ke sana. Leni menunggu seharian,
dari awal buka jam sambang santri siang hari sekitar puku 12.00 WIB hingga waktu
tutup sekitar pukul 15.00 WIB.
Aku tahu ini karena Leni cerita
pada suatu kesempatan saat sambang santri. Aku mendengarnya tak terasa, mataku
berkaca-kaca. Allah. Begitu teganya aku ini. Sosok kakak yang tidak baik aku
ya. (emot sedih).
Sejak saat itu, aku bertekad dan
berusaha menjadi kakak yang baik, meski mendapatkan predikat kakak yang baik
itu tidak mulus dan menemui jalan yang berliku. Allah, semoga kita termasuk
orang yang belajar dari kesalahan dan tidak mengulanginya lagi. Amiin.
Dan, semoga pula, aku dapat
menjadi pemateri yang baik. Yang disipilin waktu, materi dan persiapan yang
maksimal. Amiin.
Kantor Wilayah, Jum’at malam
Sabtu, 19 Mei 2023.
0 Komentar