Hari Ahad bisa
dipastikan adalah hari libur bagi orang-orang kantoran, termasuk staf
perpustakaan PBNU. Aku coba menghubungi pihak sana, ternyata tidak buka. Aku
rencananya mau baca-baca di sana, tapi perpustakaan buka hari Senin jam 9.
Baiklah.
Hari Ahad itu,
aku banyak menghabiskan waktu dengan hal-hal tak produktif di sekretariat ini.
Dari main hp, scroll media sosial dan lain-lain. Aku sudah mencoba untuk baca
buku dan bertahan lama dengan buku. Ah, ternyata tidak sesuai dengan harapan.
Mau punya daya
tahan baca itu sulit ya. Dalam hati, aku bertanya, bagaimana ya biar
punya daya tahan baca yang kuat? Biar kutu buku, menjelaskan sesuatu sangat
detail, dll.
Hah. Mau tak mau,
semua perlu proses. Membaca buku atau literatur bukan soal kuantitas saja, tapi
perlu dinikmati dan dihayati. Ini perihal kualitas. Perlu kesabaran. Jihad.
Sekali lagi, semua perlu dilakukan dengan sabar. Pelan-pelan.
Pertanyaan ini
mengusikku sebenarnya. Disisi lain, pada hari-hari nganggur itu, aku juga
kepikiran mau nulis esai untuk ikut lomba esai Gus Dur, sebanyak dua esai. Juga
lomba nulis yang diadakan Dema Amali. Baik esai juga KTI. Entah kalau mampu
aku. Aku tak tahu juga. Aku berandai-andai, seandainya saja ada satu tulisan yang
selesai ketika di sekret ini.
Pinginnya cepat,
tapi ya begitu, eksekusi harus segera dan perlu dinikmati. Daripada semua tugas
selesai tapi tergesa-gesa dan terburu-buru, justru nilainya (value) malah nol.
Hari Ahad itu,
mungkin dinamakan hari persiapan memasuki hari Senin. Hari semua orang masuk
kerja. Aku berencana ketemu :
1. Pak Waryono selalu dirjen Pendidikan Pondok Pesantren Kemenag
2.
2. Pak Said Amin Husni, adik dari Kiai Zainul
Muin Husni di PBNU
3.
3. Main-main ke perpustakaan PBNU
4. 4. Ketemu Cak Nasrul (alumni senior di Jakarta) di
Sekretariat P4NJ
Dari empat agenda
ini, nomer satu dan empat tak mendapat izin dari Sang Kuasa untuk terealisasi.
Pak Waryono
awalnya balas chatku, tapi ketika hari Senin-nya tidak dibalas. Padahal aku mau
wawancara tentang lingkungan (TA) sebagai bahan sekunder sekaligus cari
proposal dana ke sana.
Aku sowan ke Pak
Amin Said dan Cak Nasrul rencananya juga mau konsultasi perihal cari sumbangan
dana. Alhamdulillah dapat silaturahmi ke Pak Amin Said meski tidak bawa dana
buat panitia Muktamar.
Aku pun lanjut ke
lantai 2 PBNU untuk menuju perpustakaan. Sebenarnya di lantai 4 ada Pak Anas.
Aku urung ke sana. Selain beliau sepertinya sedang ada tamunya/ngobrol dengan
seseorang, aku juga malu untuk ngomongin proposal. Cari dana.
Hah. Pelajaran
penting: usaha maksimal. Jangan mengharapkan pemberian orang. Kalau bisa
mandiri dan membantu orang, lakukan saja. Itu lebih baik daripada kamu
mengharapkan proposal dana, pemberian orang meski hasilnya lebih besar dan
lebih cepat dengan cara ‘minta-minta’.
Aku ke PBNU saat
siang hari. Sholat di Dzuhur di sekretariat dan langsung menuju ke sana. Di
sana, aku langsung chat Pak Amin Said. Beliau ada di lantai 4. Aku bertanya
pada orang yang ku temui disana dan langsung diarahkan menemui beliau.
Aku diarahkan ke
ruangan khusus, semacam ruangan tamu. Setelah ku sampaikan awal kedatangan dan
maksud tujuan, beliau menjawab bahwa urusan proposal permohonan dana beliau tak
tahu menahu di PBNU. Sejak saat itu, aku jadi tahu bahwa beliau merupakan ketua
PBNU yang mengurusi bagian lembaga pendidikan, seperti Ma’arif NU dan
lain-lain.
Jadilah aku
pulang dengan tanpa oleh-oleh ‘material’ berupa dana untuk teman-teman panitia
muktamar. Aku hanya bisa berusaha, doa dan bertawakal. Apalagi ada orang dalam,
alumni NJ, tapi hasilnya nihil. Ya sudah. Ikhlaskan saja.
Aku langsung
menuju ke perpustakaan PBNU. Membaca disana sampai perpustakaan mau tutup. Kata
petugas, perpustakaan tutup jam 5, tapi saat itu tutupnya telat. Hingga pukul 6
mungkin baru tutup.
![]() |
| Suasana Perpustakaan PBNU |
Aku coba lagi ke
kantor NU.Online. Barangkali bisa belajar dari pra, proses hingga pasca
produksi sebuah konten di kantor ini. Aku ke lantai lima, ternyata ketemu Gus
Hamzah Sahal lagi.
Tiba di lantai
lima, aku melihat Gus Hamzah Sahal. Ia baru keluar dari kantor dan hendak
menuju lift. Sontak aku menyapa beliau. Beliau menyapa balik dengan riang juga.
“loh, kok ga kontak-kontak saya. Maaf ya, sudah janjian sama istri”.
Wah, rasanya aku
seperti manusia. Kadang kan begini, banyak orang -apalagi orang baru dan tidak
dikenal- ketemu orang lain, kalau tidak ada kepentingan ya biasa aja. Ada sense
membeda-bedakan. Nah ini yang sulit.
Jarang sekali
orang penting memanusiakan manusia. Haha. Barangkali pengaruh ajaran Gus Dur
sangat melekat pada Gus Hamzah, yang cukup kenyang melahap literatur soal Gus
Dur. Bagaimana Gus Dur memperlakukan orang, dengan segala aneka dan
macam-macamnya.
Gus Hamzah
langsung bilang ke resepsionis lantai 5 untuk mengajak aku makan di kantor
NU.Online. Wah, enak ini. Batinku.
Aku langsung
diarahkan menuju kantor dan dipertemukan dengan Mas Syakir sama mas-mas di
resepsionis itu. Yah, seperti biasa diawali dengan basa-basi sebagai pengantar,
akhirnya aku bilang bahwa tujuanku ingin belajar proses produksi konten di
sini. Mas Syakir menjelaskan apa adanya. Tapi, jujur saja dengan penjelasannya
itu aku masih kurang puas. Aku coba mencari topik lain, dari NU hingga fikih
lingkungan. Ternyata nyambung juga. Alhamdulillah.
Aku pun juga
ditawari makan. Akhirnya makanlah aku. Makan sate. Wah, lumayan ini menghemat
pengeluaran sekaligus makan malam gratis. Saat makan pun, aku juga ketemu Mas
Fathoni.
Saat uangku
hilang dan coba cek di kantor NU.Online, aku menghubungi Mas Fathoni ini
melalui WA. Saat itu ia juga membahas hal tersebut. Ia bilang, biasanya soal
uang tidak ada yang berani ambil. Baiklah. Sekali lagi ini penegasan agar aku ikhlas
menerima semuanya.
Selesai makan,
aku coba ngobrol soal transportais yang baik dan enak untuk menuju ke Tebet.
Aku diarahkan jalan kaki menuju stasiun Cikini, untuk naik KRL. Tapi aku
khawatir membuat Cak Nashrul menunggu, akhirnya aku naik grab saja. Lalu naik
KRL dari Cikini ke Tebet. Biayanya murah. Cukup Rp. 3000 saja.
Setelah sampai di
stasiun Tebet, ada penampilan ondel-ondel. Aku pertama kali menyaksikannya
secara langsung. Aku video sebentar, karena sesaat kemudian pertunjukan itu
selesai. Aku duduk di sana. Sambil lalu memesan grab bike, aku mengobrol dengan
orang yang ada di sampingku. Aku tak kenal namanya, hanya saja aku tahu
alamatnya. Ia adalah orang Madiun yang mencari nafkah di Jakarta.
Akupun juga
menceritakan asal-usul dan maksud kedatangan di kota ini. Aku menceritakan
tentang tema penelitian tugas akhirku, yakni fikih lingkungan Kiai Ali Yafie.
Ternyata orang ini juga mengikuti isu tersebut. Ia juga menyinggung PBNU, Gus
Dur dan terutama musik klasiknya.
Ia berpendapat
bahwa ibu yang hamil apabila terbiasa mendengarkan musik klasik, apa saja, maka
anaknya cerdas. Ia buktikan pendapat tersebut pada keluarganya. Anaknya yang
perempuan saat istri bapak ini sedang mengandung, sering mendengar musik
klasik. Si Anak perempuan itu akhirnya jadi anak cerdas, aktif dan bisa apa
saja. Anaknya bukan tipikal pendiam, tapi aktif dan kreatif. Begitu ungkapnya.
Aku juga iseng
bertanya soal kebiasaan dan daya tahan Gus Dur soal membaca. Bagaimana caranya
biar seperti itu juga pak ?
Bapak itu
menjawab, semua dimulai dari rasa suka. Ia mengatakan bahwa ia tidak suka
membaca buku versi pdf atau di hp. Ia suka membaca versi buku fisiknya.
Begitupula dengan kebiasaan anak muda sekarang sering buka hp dan memainkannya,
semua berawal dari suka. Nah, dalam hal membaca berlaku demikian pula.
Sayang,
percakapan malam itu sangat singkat. Abang Grab yang sudah datang di plaza
barat stasiun Tebet itu bingung mencariku. Aku langsung pamit dan izin untuk
menyudahi percakapan. Eman sebenarnya. Tapi tak apalah. Mau bagaimana lagi ?
Kini, saat
perjalanan pulang menuju sekretariat, aku jadi siap. Setelah kejadian nyasar
itu, kini aku jadi punya persiapan sedikit lebih baik dan matang tentang
perjalanan pulang ini. Pengalaman jalan, alamat yang benar dan baterai yang
masih memungkinkan untuk menelusuri jalan di google maps.
Malam itu aku
pulang awal. Saya sampai di sekretariat dan adzan isya tak lama berkumandang.
Aku main hp sebentar dan langsung bergegas menuju masjid. Duh, aku masbuk dua
rakaat. Beda ketika aku kehilangan uang yang ibadahnya lebih rajin. Aku
menyesal tidak konsisten beribadah dan merintih dalam hati. Ya Allah.
Hah. Manusia gini
ya, baru kalau ada butuhnya rajin. Setelah sholat isya itu, aku putuskan untuk
langsung balik ke sekretariat. Khawatir Cak Nasrul datang dan membuatnya
menunggu. Aku sebenarnya ingin ngaji, tapi ngajinya di sekretariat saja. Ngaji
al-quran melalui aplikasi NU.Online.
Sesampai di
sekretariat, aku ngaji sebentar, sambil menyetel lagu klasik seperti mozart dan
beethoven menggunakan tv di ruang tamu. Tabarrukan ke Gus Dur. Ikhtiar menyukai
lagu-lagu klasik. Oh ya, saat itu penduduk sekretariat sedang sepi. Kebanyakan
mereka sedang di luar. Mas Zaka ada di lantai dua dkk. lainnya. Sedangkan Pak
Guntur, Mas Luki, Bang Basith, Aziz dan Mas Syahrul sedang di luar. Jadi aku
dengan leluasa menggunakan tv itu.
Ternyata di
tengah-tengah ngaji ada pesan masuk yang mengabarkan Cak Nasrul tidak jadi
datang. Baiklah. Barangkali bukan saatnya. Males dan malu sebenarnya, ketika
minta-minta dana tapi berkedok silaturahmi dan lain sebagainya.
Aku melanjutkan
ngaji. Satu juz selesai dan aku lanjut membaca buku, meski lebih banyak main
hpnya. Sebenarnya banyak hal yang ingin ku lakukan, dari ngaji maqoshid, nulis esai
dll. Pelan-pelan. Semoga semua tercapai dan selesai. Amiin.
Bersambung.


0 Komentar