Trending

6/recent/ticker-posts

Cerita di Jakarta : Ahad – Senin, Pertanyaan Mengusik Hingga Ke Perpustakaan PBNU (4/5)

 


Hari Ahad bisa dipastikan adalah hari libur bagi orang-orang kantoran, termasuk staf perpustakaan PBNU. Aku coba menghubungi pihak sana, ternyata tidak buka. Aku rencananya mau baca-baca di sana, tapi perpustakaan buka hari Senin jam 9. Baiklah.

Hari Ahad itu, aku banyak menghabiskan waktu dengan hal-hal tak produktif di sekretariat ini. Dari main hp, scroll media sosial dan lain-lain. Aku sudah mencoba untuk baca buku dan bertahan lama dengan buku. Ah, ternyata tidak sesuai dengan harapan.

Mau punya daya tahan baca itu sulit ya. Dalam hati, aku bertanya, bagaimana ya biar punya daya tahan baca yang kuat? Biar kutu buku, menjelaskan sesuatu sangat detail, dll.

Hah. Mau tak mau, semua perlu proses. Membaca buku atau literatur bukan soal kuantitas saja, tapi perlu dinikmati dan dihayati. Ini perihal kualitas. Perlu kesabaran. Jihad. Sekali lagi, semua perlu dilakukan dengan sabar. Pelan-pelan.

Pertanyaan ini mengusikku sebenarnya. Disisi lain, pada hari-hari nganggur itu, aku juga kepikiran mau nulis esai untuk ikut lomba esai Gus Dur, sebanyak dua esai. Juga lomba nulis yang diadakan Dema Amali. Baik esai juga KTI. Entah kalau mampu aku. Aku tak tahu juga. Aku berandai-andai, seandainya saja ada satu tulisan yang selesai ketika di sekret ini.

Pinginnya cepat, tapi ya begitu, eksekusi harus segera dan perlu dinikmati. Daripada semua tugas selesai tapi tergesa-gesa dan terburu-buru, justru nilainya (value) malah nol.

Hari Ahad itu, mungkin dinamakan hari persiapan memasuki hari Senin. Hari semua orang masuk kerja. Aku berencana ketemu :

1. Pak Waryono selalu dirjen Pendidikan Pondok Pesantren Kemenag

2.      2. Pak Said Amin Husni, adik dari Kiai Zainul Muin Husni di PBNU

3.      3. Main-main ke perpustakaan PBNU

4.      4. Ketemu Cak Nasrul (alumni senior di Jakarta) di Sekretariat P4NJ

Dari empat agenda ini, nomer satu dan empat tak mendapat izin dari Sang Kuasa untuk terealisasi.

Pak Waryono awalnya balas chatku, tapi ketika hari Senin-nya tidak dibalas. Padahal aku mau wawancara tentang lingkungan (TA) sebagai bahan sekunder sekaligus cari proposal dana ke sana.

Aku sowan ke Pak Amin Said dan Cak Nasrul rencananya juga mau konsultasi perihal cari sumbangan dana. Alhamdulillah dapat silaturahmi ke Pak Amin Said meski tidak bawa dana buat panitia Muktamar.

Aku pun lanjut ke lantai 2 PBNU untuk menuju perpustakaan. Sebenarnya di lantai 4 ada Pak Anas. Aku urung ke sana. Selain beliau sepertinya sedang ada tamunya/ngobrol dengan seseorang, aku juga malu untuk ngomongin proposal. Cari dana.

Hah. Pelajaran penting: usaha maksimal. Jangan mengharapkan pemberian orang. Kalau bisa mandiri dan membantu orang, lakukan saja. Itu lebih baik daripada kamu mengharapkan proposal dana, pemberian orang meski hasilnya lebih besar dan lebih cepat dengan cara ‘minta-minta’.

Aku ke PBNU saat siang hari. Sholat di Dzuhur di sekretariat dan langsung menuju ke sana. Di sana, aku langsung chat Pak Amin Said. Beliau ada di lantai 4. Aku bertanya pada orang yang ku temui disana dan langsung diarahkan menemui beliau.

Aku diarahkan ke ruangan khusus, semacam ruangan tamu. Setelah ku sampaikan awal kedatangan dan maksud tujuan, beliau menjawab bahwa urusan proposal permohonan dana beliau tak tahu menahu di PBNU. Sejak saat itu, aku jadi tahu bahwa beliau merupakan ketua PBNU yang mengurusi bagian lembaga pendidikan, seperti Ma’arif NU dan lain-lain.

Jadilah aku pulang dengan tanpa oleh-oleh ‘material’ berupa dana untuk teman-teman panitia muktamar. Aku hanya bisa berusaha, doa dan bertawakal. Apalagi ada orang dalam, alumni NJ, tapi hasilnya nihil. Ya sudah. Ikhlaskan saja.

Aku langsung menuju ke perpustakaan PBNU. Membaca disana sampai perpustakaan mau tutup. Kata petugas, perpustakaan tutup jam 5, tapi saat itu tutupnya telat. Hingga pukul 6 mungkin baru tutup.

Suasana Perpustakaan PBNU


Aku coba lagi ke kantor NU.Online. Barangkali bisa belajar dari pra, proses hingga pasca produksi sebuah konten di kantor ini. Aku ke lantai lima, ternyata ketemu Gus Hamzah Sahal lagi.

Tiba di lantai lima, aku melihat Gus Hamzah Sahal. Ia baru keluar dari kantor dan hendak menuju lift. Sontak aku menyapa beliau. Beliau menyapa balik dengan riang juga. “loh, kok ga kontak-kontak saya. Maaf ya, sudah janjian sama istri”.

Wah, rasanya aku seperti manusia. Kadang kan begini, banyak orang -apalagi orang baru dan tidak dikenal- ketemu orang lain, kalau tidak ada kepentingan ya biasa aja. Ada sense membeda-bedakan. Nah ini yang sulit.

Jarang sekali orang penting memanusiakan manusia. Haha. Barangkali pengaruh ajaran Gus Dur sangat melekat pada Gus Hamzah, yang cukup kenyang melahap literatur soal Gus Dur. Bagaimana Gus Dur memperlakukan orang, dengan segala aneka dan macam-macamnya.

Gus Hamzah langsung bilang ke resepsionis lantai 5 untuk mengajak aku makan di kantor NU.Online. Wah, enak ini. Batinku.

Aku langsung diarahkan menuju kantor dan dipertemukan dengan Mas Syakir sama mas-mas di resepsionis itu. Yah, seperti biasa diawali dengan basa-basi sebagai pengantar, akhirnya aku bilang bahwa tujuanku ingin belajar proses produksi konten di sini. Mas Syakir menjelaskan apa adanya. Tapi, jujur saja dengan penjelasannya itu aku masih kurang puas. Aku coba mencari topik lain, dari NU hingga fikih lingkungan. Ternyata nyambung juga. Alhamdulillah.

Aku pun juga ditawari makan. Akhirnya makanlah aku. Makan sate. Wah, lumayan ini menghemat pengeluaran sekaligus makan malam gratis. Saat makan pun, aku juga ketemu Mas Fathoni.

Saat uangku hilang dan coba cek di kantor NU.Online, aku menghubungi Mas Fathoni ini melalui WA. Saat itu ia juga membahas hal tersebut. Ia bilang, biasanya soal uang tidak ada yang berani ambil. Baiklah. Sekali lagi ini penegasan agar aku ikhlas menerima semuanya.

Selesai makan, aku coba ngobrol soal transportais yang baik dan enak untuk menuju ke Tebet. Aku diarahkan jalan kaki menuju stasiun Cikini, untuk naik KRL. Tapi aku khawatir membuat Cak Nashrul menunggu, akhirnya aku naik grab saja. Lalu naik KRL dari Cikini ke Tebet. Biayanya murah. Cukup Rp. 3000 saja.

Setelah sampai di stasiun Tebet, ada penampilan ondel-ondel. Aku pertama kali menyaksikannya secara langsung. Aku video sebentar, karena sesaat kemudian pertunjukan itu selesai. Aku duduk di sana. Sambil lalu memesan grab bike, aku mengobrol dengan orang yang ada di sampingku. Aku tak kenal namanya, hanya saja aku tahu alamatnya. Ia adalah orang Madiun yang mencari nafkah di Jakarta.

Akupun juga menceritakan asal-usul dan maksud kedatangan di kota ini. Aku menceritakan tentang tema penelitian tugas akhirku, yakni fikih lingkungan Kiai Ali Yafie. Ternyata orang ini juga mengikuti isu tersebut. Ia juga menyinggung PBNU, Gus Dur dan terutama musik klasiknya.

Ia berpendapat bahwa ibu yang hamil apabila terbiasa mendengarkan musik klasik, apa saja, maka anaknya cerdas. Ia buktikan pendapat tersebut pada keluarganya. Anaknya yang perempuan saat istri bapak ini sedang mengandung, sering mendengar musik klasik. Si Anak perempuan itu akhirnya jadi anak cerdas, aktif dan bisa apa saja. Anaknya bukan tipikal pendiam, tapi aktif dan kreatif. Begitu ungkapnya.

Aku juga iseng bertanya soal kebiasaan dan daya tahan Gus Dur soal membaca. Bagaimana caranya biar seperti itu juga pak ?

Bapak itu menjawab, semua dimulai dari rasa suka. Ia mengatakan bahwa ia tidak suka membaca buku versi pdf atau di hp. Ia suka membaca versi buku fisiknya. Begitupula dengan kebiasaan anak muda sekarang sering buka hp dan memainkannya, semua berawal dari suka. Nah, dalam hal membaca berlaku demikian pula.

Sayang, percakapan malam itu sangat singkat. Abang Grab yang sudah datang di plaza barat stasiun Tebet itu bingung mencariku. Aku langsung pamit dan izin untuk menyudahi percakapan. Eman sebenarnya. Tapi tak apalah. Mau bagaimana lagi ?

Kini, saat perjalanan pulang menuju sekretariat, aku jadi siap. Setelah kejadian nyasar itu, kini aku jadi punya persiapan sedikit lebih baik dan matang tentang perjalanan pulang ini. Pengalaman jalan, alamat yang benar dan baterai yang masih memungkinkan untuk menelusuri jalan di google maps.

Malam itu aku pulang awal. Saya sampai di sekretariat dan adzan isya tak lama berkumandang. Aku main hp sebentar dan langsung bergegas menuju masjid. Duh, aku masbuk dua rakaat. Beda ketika aku kehilangan uang yang ibadahnya lebih rajin. Aku menyesal tidak konsisten beribadah dan merintih dalam hati. Ya Allah.

Hah. Manusia gini ya, baru kalau ada butuhnya rajin. Setelah sholat isya itu, aku putuskan untuk langsung balik ke sekretariat. Khawatir Cak Nasrul datang dan membuatnya menunggu. Aku sebenarnya ingin ngaji, tapi ngajinya di sekretariat saja. Ngaji al-quran melalui aplikasi NU.Online.

Sesampai di sekretariat, aku ngaji sebentar, sambil menyetel lagu klasik seperti mozart dan beethoven menggunakan tv di ruang tamu. Tabarrukan ke Gus Dur. Ikhtiar menyukai lagu-lagu klasik. Oh ya, saat itu penduduk sekretariat sedang sepi. Kebanyakan mereka sedang di luar. Mas Zaka ada di lantai dua dkk. lainnya. Sedangkan Pak Guntur, Mas Luki, Bang Basith, Aziz dan Mas Syahrul sedang di luar. Jadi aku dengan leluasa menggunakan tv itu.

Ternyata di tengah-tengah ngaji ada pesan masuk yang mengabarkan Cak Nasrul tidak jadi datang. Baiklah. Barangkali bukan saatnya. Males dan malu sebenarnya, ketika minta-minta dana tapi berkedok silaturahmi dan lain sebagainya.

Aku melanjutkan ngaji. Satu juz selesai dan aku lanjut membaca buku, meski lebih banyak main hpnya. Sebenarnya banyak hal yang ingin ku lakukan, dari ngaji maqoshid, nulis esai dll. Pelan-pelan. Semoga semua tercapai dan selesai. Amiin.

Bersambung.


Posting Komentar

0 Komentar